Oleh : Adib Zaenuri
Manajer Bisnis dan Marketing 

 A. Pendahuluan

   

    
M
enyadari bahwa perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan demikian legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dalam UU No. 10 tahun 1998, dan yang terakhir adalah landasan kegiatan operasional perbankan syariah telah memiliki landasan hukum yang mengatur dengan dikeluarkanya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di Indonesia, serta UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia merupakan jawaban atas permintaan yang nyata dari masyarakat.


     Industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkanya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia . Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan no-Bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya intitusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah.

Untuk menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah, pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru, UU No. 2 tahun 1992 tentang perbankan secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Bagi Hasil dan telah mendapat perubahan dengan dikeluarkannya UU No. 10 tahun 1998 dirubah kembali UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di Indonesia dengan Ketentuan perundang-undangan tersebut telah dijadikan dasar beroperasinya bank syariah di Indonesia yang dimulainya era system perbankan ganda (dual sistem Banking) di Indonesia.

     Teori Ekonomi perusahaan yang selama ini berkembang menekankan pada prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan (shareholder value), namun dewasa ini teori-teori ekonomi tersebut telah mulai bergeser pada sistem nilai yang lebih luas (stakeholder value) dimana manfaat yang didapatkan tidak lagi difokuskan hanya pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat hadirnya suatu unit kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi syariah menekankan konsep manfaat pada kegiatan ekonomi yang lebih luas lagi, bukan hanya manfaat disetiap akhir kegiatan, akan tetapi pada setiap proses transaksi. Setiap kegiatan termasuk proses teransaksi harus mengacu pada konsep maslahat dan menjunjung tingi asas keadilan. Dalam hal pelaksanaanya, prinsip ekonomi syariah akan tercermin dalam nilai-nilai yang secara umum akan terbagi dalam dua perspektif yaitu mikro dan makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/profesionalisme dan sikap amanah. Dalam perspektif makro nilai-nilai syariah aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata pada sistem perekonomian. Dengan demikian dapat dilihat secara jelas potensi manfaat keberadaan sistem perekonomian/perbankan syariah yang ditujukan bukan hanya untuk ummat muslim, akan tetapi bagi seluruh ummat manusia ( rahmatan lil’alamin – rahmat bagi alam semesta ).

     Di dalam Cetak Biru (Blue Print) Pegembangan Perbankan Syariah di Indonesia nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati yang tercakup dalam ; 


a.  Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan dana masyarakat akan dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).

b.  Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenahi prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam sosialisasi sebaliknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi haurus mampu mengedukasi masyarakat manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah.

c.    Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antar pihak pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi ( mudharib ).

d.

Fathanah, memastikan bahwa pengelolan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan bank. Termasuk didalamnya adalah pelayanan dengan penuh kecermatan dan kesatuan (ri’yah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).


     Nilai-nilai syariah dalam perspektif makro berati bahwa perbankan syariah harus berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan :

a.  Kaidah zakat, mengkondisikan prilaku masyarakat yang lebih menyukai investasi dibandingkan hanya menyimpan hartanya. Hal ini dimungkinkan karena zakat untuk investasi dikenakan hanya pada hasil investasi sedangkan zakat bagi harta simpanan dikenakan atas pokoknya.

b. Kaidah pelarangan riba, menganjurkan pembiayaan bagi hasil (equity based financing) dan melarang riba. Diharapkan produk-produk non riba ini akan mendorong terbentuknya kecenderungan masyarakat untuk tidak bersikap memastikan dan bergeser ke arah sikap untuk berani menghadapi resiko.

c.  Kaidah pelarangan judi atau maisir tercermin dari kegiatan bank yang melarang investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riil. Kondisi ini akan membentuk kecenderungan masyarakat untuk menghindari spekulasi didalam aktivitas investasinya.

d. Kaidah pelarangan gharar, mengutamakan transparansi dalam bertransaksi dan kegiatan operasi lainya dan menghindari ketidak jelasan.





B. Konsep Operasional Bank Syari'ah



Perbedaan Bank Syari'ah dan Bank Konvensional




Permasalahan

 Bank Syariah


Bank Konvensional

Landasan Operasional
  • Tidak bebas nilai (berdasarkan prinsip syariah Islam).
  • Uang sebagai alat tukar bukan komoditi.
  • Bunga didalam bentuknya dilarang.
  • Menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riel.
  • Bebas nila (berdasarkan prinsip matrealisme).
  • Uang sebagai komoditi yang dipertahankan.
  • Bunga sebagai intrumen imbalan terhadap pemilik uang yang ditetapkan dimuka.
Fungsi

dan Peran
  • Lembaga Intermedieri
  • Agen investasi / Manager Investasi.
  • Investor.
  • Penyedia lalulintas pembayaran (tidak bertentangan dengan syariah).
  • Pengelola dana kebajikan, ZIS, (funsi operasional).
  • Hubungan dengan nasabah adalah hubungan kemitraan (investor timbal balik dengan pengelola investasi).
  • Lembaga intermediari.
  • Penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali kepada masyarakat dalam kredit dengan imbalan bunga. 
  • Penyedia jasa / lalu lintas pembayaran.
  • Hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan debitur – kreditur.



Risiko Usaha
  • Dihadapi bersama antara nasabah dengan bank dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
  • Tidak mengenal kemungkinan terjadi selisih negatif (negatif Spred) karena sistem yang diberikan.
  • Resiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, resiko debitur tidak terkait langsung dengan bank.
  • Kemungkinan terjadi selisih negatif antara pendapatan bunga dan beban bunga.
Sistem Pengawasan
  • Adanya dewan pengawas syariah untuk memastikan operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntunan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul karimah.

  • Aspek moralitas sering kali terlanggar karena tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari operasional.






Landasan Hukum ;

a.       Undang – undang No. 7/1992 tentang perbankan, dirubah dengan UU. No. 10 tahun 1998.

b.      Peraturan Pemerintah No. 79/1992 tentang bank berdasarkan bagi hasil, dicabut dengan PP No. 30/1999.

c. Ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum Syariah ;

a.       Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/2/UPPB tanggal 12 Mei 1999

b.      SK Dir. BI No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999

c.       Ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) :

a.       Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/4/UPPB tanggal 12 Mei 1999

b.      SK Dir BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999

Dewan Pengawas Syariah (DPS)

-             Badan independen yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).

-             Terdiri dari pakar dibidang syariah muamalah dan memiliki pengetahuan bidang perbankan.

-             Persyaratan anggota ditetapkan oleh DSN.

-             Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa produk dan jasa.

-             Tugas DPS adalah mengawasi kegiatan uasaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah ;

-             Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenahi hal-hal yang berkaitan dengan syariah.

-             Sebagai mediator antara bank dengan DSN dalam mengkomonikasikan usul dan saran pegembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya setahun sekali.

-             Sebagai perwakilan DSN yang ditetapkan pada Bank wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syaraih yang diawasi ke DSN sekurang-kurangnya setahun sekali.

Kewenangan Dewan Syariah Nasional

-             Memberi atau mencabut rekomendasi nama anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syariah (LKS).

-             Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum fihak terkait.

-             Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti BI dan BAPEPAM.

-             Memberaikan peringatan kepada LKS untuk menghentikan penyimpanagn dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

-             Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.









 1. Fungsi Bank Syari'ah


TAMWIL
FUNGSI
APLIKASI PRODUK
MANAGER INVESTASI
Penghimpunan dana :
  • Prinsip wadiah (giro dan Tabungan).
  • Prinsip Mudharabah (giro dan tabungan).
INVESTOR
Penyaluran dana :
  • Prinsip Jual beli (murabahah, salam, istishna dsb).
  • Prinsip Bagi hasil (mudharabah, musyarakah).

JASA LAYANAN
Produk Jasa :
  • Wakalah, Kafalah, Sharf, Qord.
  • Hawalah, Rahn.
MAAL
SOSIAL
Dana Kebajikan :
  •  Penghimpunan dan penyaluran Qordul Hasan.
  • Penghimpunan dan penyaluran dana ZIS.


 Macam-Macam Produk Bank Syari'ah

 1. Produk Penghimpunan Dana



No
Produk

Prinsip Syariah


1
Giro
Wadi’ah Yad Dhamamah

2
Tabungan
Wadiah Yad Dhamamah dan Mudharabah

3
Deposito
Mudharabah

4
Investasi khusus
Mudharabah Muqayyadah


2. Produk Penyaluran Dana




No
Produk
Prinsip Syariah
1
Pembiayaan modal kerja
Mudharabah, Musyarakah
2
Pembiayaan proyek
Mudharabah, Musyarakah
3
Pembiayaan ekspor
Mudharabah, Musyarakah, Murabahah
4
Pengadaan barang investasi
Murabahah
5
Produk agribisnis / sejenis
Salam, salam paralel
6
Manufaktur / kontruksi
Istishna, istishna pararel
7
Penyertaan
Musyarakah
8
Surat berharga
Mudharabah, Qard, Bai’ Al Dayn



3. Produk Jasa Perbankan




No
Produk
Prinsip Syariah
1
Dana Tabungan
Qard
2
Anjak piutang
Hiwalah
3
Letter of Credit (LC), transfer, inkaso, kliring
Wakalah
4
Pinjaman social
Qardul hasan
5
Safe deposit
Wadi’ah amanah, ujrah
6
Jual beli valas (bank notes)
Sharf
7
Gadai
Rahn
8
Pay roll
Ujrah, Wakalah
9
Bank garansi
Kafalah



4.Produk Sewa




No
Produk
Prinsip Syariah
1
Sewa beli
Ijarah muntahiya bittamlik (ijarah wa igtina)
2
Pembiayaan untuk akuisi asset
Ijarah muntahiya bittamlik





C. Haramnya Bunga (Riba) Bank


1. Makna Riba.
  • Utang yang diberikan dengan syarat si peminjam bersedia membayarnya lebih dari apa yang diterima, (Syekh Waliyullah Dahlawi).
  • Jika seseorang menjual barangnya pada orang lain untuk jangka waktu tertentu dan sampai batas waktu yang ditentukan sipembeli tidak dapat membayarnya, lalu si penjual memberikan perpanjangan waktu dengan tambahan pembayaran, (qatadah).

2. Riba Menurut Al- Qur’an

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

          "Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." ( QS. An – Nisa (4) : 161)


3. Riba Menurut Hadist.

  • Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudari pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis kurma berkualitas baik) ke hadapan Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepadanya “dari mana engkau mendapatkanya” Bilal menjawab “ Saya mempunyai sejumlah kurma dari jenis yang paling rendah mutunya dan menukarkanya dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan oleh Rasulullah SAW”, selepas itu Rasulullah SAW terus berkata “Hati-hati ! Hati-hati ! ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba. Jangan berbuat begini, tetapi jika kami membeli  (kurma yang mutunya lebih tinggi) juallah kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma yang mutunya tinggi itu. (H.R. Bukhari no.2145, kitab Al – Wakalah).
  • Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semua sama”. (H.R. Muslim no.2995, Al – Masaqqah).

4. Riba Menurut Bibble ( AL – Kitab ).

  • Kitab Ulangan (Perjanjian Lama).  “Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan” (pasal 23 ayat 19).
  • Injil Lukas (Perjanjian Baru). “Dan jika kamu meminjamkan sesuatu kepada orang yang kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu?” (pasal 6 ayat 3-4).   “…… Tetapi berbuat baiklah, kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu ini akan besar ……” (pasal 35).

5. Hukum Riba

  • Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah SWT dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al- Baqarah (2) : 278).
  • Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah SWT dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya, (QS. Al – Baqarah (2) : 279).

6. Lembaga Riset Al – Azhar Muktanar II – 1965

  • Bunga atas semua pinjaman, baik pinjaman konsumtif, maupun pinjaman produktif, adalah riba yang diharamkan, karena teks-teks Al – Qur’an secara tegas mengharamkan bunga atas kedua macam pinjaman tersebut.
  • Riba, baik sedikit maupun banyak, adalah haram. Sesuai dengan pemahaman yang benar terhadap firman Allah SWT : “Hai orang yang beriman jaganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda”.
  •   Memberikan pinjaman dengan riba adalah haram. Alasan perlu atau darurat, tidak dapat menghalalkannya. Begitu pila meminjam dengan riba haram juga. Dosa meminjam dengan riba tidak lenyap, kecuali dengan keadaan darurat. Masing-masing, diberi hak dengan ketaatanya kepada agama, untuk menilai kedaruratanya.

7. Pengharaman Bunga Bank oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI).

           

Fatwa MUI atas pengharaman bunga bank tidaklah dikeluarkan secara seketika, tetapi melalui beberapa tahap, diantaranya adalah Fatwa-fatwa atau lebih tepat adalah pandangan-pandangan lepas para Ulama MUI tentang bunga bank pada ketika itu era pemerintahan Presiden Soeharto, mengeluarkan fakto-88 yang mengakibatkan terbentuknya ratusan bank-bank baru dalam jumlah lebih dari 250 bank dengan jor-joran menarik dana masyarakat melalui perang suku bunga. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI melalui Loka Karya bank Bebas Bunga (bank syariah) untuk menampung dana-dana ummat islam yang menggolongkan bunga sebagai riba (yang akhirnya melahirkan Bank Muamalat pada tanggal 1 Novemper 1990) dan yang terakhir adalah fatwa MUI pada tanggal 6 Januari 2004 yang isinya adalah mengharamkan bunga bank secara tegas, meskipun ada diantara ummat islam yang belum sependapat dengan fatwa tersebut, memang tidak akan pernah klop dengan keinginan sebagian orang bahwa fatwa MUI seharusnya dikeluarkanya setelah bank syariah berada dalam posisi dan kondisi cukup besar, cukup banyak, cukup kuat. Dengan adanya fatwa tersebut MUI telah berjalan diatas kaedah islam secara murni, terserahlah kemudian pada para pemeluk agama Allah SWT apakah akan mengikuti atau tidak mengikuti fatwa tersebut. MUI telah menjalankan fungsinya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi Indonesia ini. Sikap dan fatwa MUI tersebut adalah kekaffahan MUI dalam memenuhi perintah Allah SWT seperti tercantum didalam surat Al – Jasiyah “Kemudian kami jadikan kamu barda diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan jaganlah kamu ikuti hawa nafsu dari orang-orang yang tidak mengetahui”.