Eksistensi bank syariah pada awalnya di dorong oleh keinginan tersedianya
jasa keuangan yang sesuai prinsip syariah dengan mewujudkan sistem perbankan yang
terhindar dari praktek bunga (yang identik dengan riba), perjudian (maysir) dan
ketidakpastian (gharar) dan praktek-praktek lainnya yang tidak sejalan dengan
prinsip syariah (haram). Selain itu, perkembangan perbankan syariah didorong
oleh keinginan umat muslim untuk menata aktivitas ekonomi dan keuangan
sehari-hari sesuai dengan tuntunan syariah, serta sebagai respon terhadap
fenomena krisis berulang yang dipicu oleh prilaku buruk dalam berekonomi dan
mengabaikan etika, agama dan nilai-nilai moral, yang tidak hanya diajarkan oleh
agama Islam tapi juga secara esensial ada pada ajaran agama-agama lainnya.
Islam sebagai falsafah hidup tidak hanya mengatur tata hubungan makhluk
dengan Maha Pencipta, namun secara lengkap juga mengatur hubungan sosial
ekonomi antar makhluk hidup yang disebut muamalah. Dalam perkembangannya,
kerangka umum syariah dalam hal kegiatan ekonomi banyak dibahas oleh ahli
ekonomi syariah yang disarikan secara ringkas menjadi bentuk bangunan yang
terdiri atas pondasi, pilar dan tujuan. Berikut ini adalah penjelasalannya:
1)
Fondasi
Merupakan
kondisi prasyarat yang perlu ada agar pilar dapat tegak dan akhirnya tujuan
ekonomi syariah dapat dicapai. Dalam
sistem ekonomi syariah terdapat tiga lapis fondasi yang terdiri dari akidah, syariah dan akhlak, serta
kesetiakawanan (Ukhuwah).
a.
Fokus
Utama : Akidah
Akidah adalah suatu ideologi samawi yang membentuk
paradigma dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai
sarana hidup bagi seluruh manusia untuk mencapai kesejahteraan material dan
spiritual. Menurut Ibnu
Taimiyah dalam bukunya “Aqidah Al- Wasithiyah” menerangkan makna aqidah dengan
suatu perkara yang harus dibenarkan dalam hati, dengannya jiwa menjadi tenang
sehingga jiwa itu menjadi yakin serta mantab tidak dipengaruhi oleh keraguan
dan juga tidak dipengaruhi oleh prasangka.
Dalam konsep akidah, setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas
ilahiah yang menempatkan perangkat syariah sebagai parameter kesesuaian antara
aktivitas usaha dengan prinsip syariah. Akidah yang baik diharapkan membentuk
integritas yang akan membantu terbentuknya good governance dan market
discipline yang baik. Oleh karena itu, akidah menjadi fondasi paling utama guna
menopang syariah dan akhlak serta kesetiakawanan (ukhuwah).
b.
Fondasi
Pendukung Pertama : Syariah dan Akhlak
syariah merupakan ketentuan hukum islam yang
mengatur aktivitas manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang
menyangkut hubungan vertikal dengan Tuhan maupun horisontasl dengan sesama
makhluk. Prinsip syariah dalam kegiatan ekonomi secara umum menjadi sumber
ketentuan yang mengatur pola hubungan semua pelaku dan stakeholder perbankan
syariah.
Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi
nilai-nilai moral dalam interkasi antar sesama manusia, manusia dengan
lingkungannya dan manusia dengan Allah Sang Pencipta Alam Semesta agar hubungan
tersebut menjadi harmonis dan sinergis.
c.
Fondasi
Pendukung Kedua : Kesetiakawanan
(Ukhuwah)
Ukhuwah adalah prinsip kesetiakawanan atau
persaudaraan dalam menata interaksi sosial yang diarahkan pada harmonisasi
kepentingan individu dengan tujuan kemanfaatan umum dengan semangat saling
tolong menolong. Ukhuwah dalam aktivitas ekonomi dilakukan melalui proses
taaruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling menolong),
takaful (saling menjamin) dan tahaluf (saling beraliansi). Ukhuwah menempatkan
pola hubungan antar manusia dilandasi prinsip kesetaraan, saling percaya dan
saling membutuhkan.
2)
Pilar
Merupakan asas
atau prinsip tindakan sebagai penjabaran dan konsekuensi dari fondasi akidah, syariah,
akhlak, dan ukhuwah yang dijadikan cara mencapai tujuan sekaligus alat ukur
kinerja; baik pada level individu, institusi maupun sistem. Terdapat tiga pilar
utama dalam sistem ekonomi syariah yang menjadi dasar sistem perbankan syariah
yaitu (a) Keadilan, (b) Keseimbangan, dan (c) Kemaslahatan.
a.
Pilar
Pertama : Keadilan
Keadilan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya
dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu
sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam aktivitas ekonomi adalah berupa
aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:
i. Riba
(unsur bungan dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasi’ah maupun fadhl)
ii. Dzalim
(segala bentuk aktivitas yang merugikan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang).
iii. Maysir
(unsur judi dan perilaku untung-untungan)
iv. Gharar
(unsur ketidakjelasan).
v. Haram
(unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional)
b.
Pilar
Kedua : Keseimbangan
Konsep syariah menempatkan aspek keseimbangan
sebagai salah satu dasar dalam pembangunan sistem ekonomi. Konsep keseimbangan
dalam syariah melipti : pembangunan material dan spiritual, pengembangan sektor
keuangan dan sektor riil, risk and return, bisnis dan sosial serta pemanfaatan
dan pelestarian seumber daya alam. Pembangunan ekonomi syariah tidak hanya ditujukan
untuk pengembangan sektor-sektor korporasi namun juga pengembangan sektor usaha
kecil dan mikro yang terkadang luput dari upaya-upaya pengembangan
sektor-sektor ekonomi secara keseluruhan.
c.
Pilar
Ketiga : Kemaslahatan (maslahah)
Hakekat kemaslahatan adalah segala bentuk kebaikan
dan mafaat yang berdimensi integral duniawi dan ukhrowi, material dan
spiritual, serta individual dan kolektif. Sesuatu dipandang bermaslahat jika
memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) dan bermanfaat serta membawa
kebaikan (thayyib) bagi semua aspek secara integral yang tidak menimbulkan
mudharat dan merugikan ada salah satu aspek. Secara luas, pemenuhan visi
kemaslahatan tercakup dalam maqasid (tujuan) syariah yang terdiri dari menjaga
keimanan dan ketakwaan (dien), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs),
harta benda (maal) dan rasionalitas (aql). Kelima unsur maslahat tersebut
merupakan hak dasar manusia sehingga setiap kegiatan ekonomi syariah harus
memenuhi unsur-unsur yang telah ditetapkan dalam maqasid syariah secara
terintegrasi.
3)
Tujuan
Merupakan
sasaran akhir dari semua kegiatan pengembangan ekonomi syariah. Tujuan dalam
ekonomi syariah adalah Al-Falah yaitu kesuksesan yang hakiki berupa tercapainya
kesejahteraan dunia dan akhirat. Kesejahteraan tersebut diartikan dengan
tercapainya kesejahteraan dunia dan akhirat. Kesejahteraan tersebut diartikan
demham tercapainya pemenuhan kebutuhan hidup (aspek sosial dan ekonomi ) yang
ditandai dengan semakin menyempitnya kesenjangan kelompok masyarakat mampu dan
kurang mampu, serta terpenuhinya kebutuhan dasara manusia (maslahat). Kondisi tersebut
akan mengantarkan manusia pada pencapaian tujuan akhir yaitu kesejahteraan di
akhirat yang berarti terpenuhinya kewajiban-kewajiban (accountability) manusia sebagai
khalifah di muaka bumi yang mempunyai tugas utama memakmurkan bumi dan
beribadah kepada Allah SWT.
Sistem ekonomi
syariah memiliki ciri bahwa setiap kegiatan ekonomi memiliki dimensi ibadah
yang dapat diimplementasikan pada setiap level. Dengan akidah yang baik, setiap
komponen dalam sistem akan memiliki visi kegiatan yang sama yaitu meningkatkan
nilai-nilai kemanusiaan berdasarkan nilai-nilai ilahiah. Dengan dasar akidah
yang kuat dan baik, setiap komponen dalam sistem diharapkan dapat menghasilkan
amalan baik yang mencerminkan akhlak yang mulia. Untuk menyelaraskan jenis
kegiatan berbeda, sistem dilengkapi dengan hukum syariah yang mengatur
tata-cara transaksi lebih teknis. Implementasi hukum syariah tentunya
dilaksanakan secara selaras dengan hukum positif yang berlaku dalam sistem
kemasyarakatan kita. Implementasi aturan syariah dan akhlak yang baik
diharapkan menghasilkan suatu fenomena kebersamaan melaksanakan kegiatan
muamalah yang mengutamakan kesejahteraan bersama dalam setiap pencapaian tujuan
ekonomi. Dasar-dasar ekonomi syariah kemudian dijabarkan dalam bentuk
pilar-pilar yang akan mewarnai sifat dan bentuk transaksi keuangan yang
dioperasionalisasikan. Adapaun pilar yang menunjang tercapainya falaah mencakup
aspek keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan.
Referensi :
Roadmap Perbankan
Syariah Indonesia 2015 -2019, Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), 2015